Seminar Inspiratif Bangkitkan Spirit Kader

Batik coklat (Wilson Sanheinizh) sebelah kiri (Ketum PDP IMM Sulteng) & sebelah kanan (Ketum PC IMM Palu)

Melalui Bidang Media dan Komunikasi, Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Palu (PCIMM Palu) menggelar Seminar Inspiratif dengan tema "Step by Step Go International". Kegiatan ini merupakan upanya PCIMM Palu dalam meningkatkan wawasan dan membangkitakan semangat mahasiswa khususnya kader IMM yang ada di kota Palu dalam menghadapi persaiangan global (MEA). PCIMM Palu menghadirkan pembicara nasional yang merupakan Ketua Lembaga Hubungan Luar Negeri Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) yakni IMMawan Wilson Sanheinizh yang merupakan salah satu kader yang aktif dan memiliki track record ditingkat Nasional dan Internasional.

Kegiatan yang diselenggarakan pada hari jum'at 29/09/2017 pukul 09.30wita di Aula Fakultas Ekonomi UNISMUH Palu, dihadiri oleh pimpinan-pimpinan IMM baik itu dari Dewan Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang maupun Pimpinan Komisariat yang sempat menghadiri kegiatan tersebut, dan juga puluhan mahasiswa yang berasal dari IAIN dan UNISMUH Palu. Kegiatan ini dibuka oleh IMMawan Kamarudin selaku Ketua Umum DPD IMM SULTENG usai memberikan sambutannya. Kegiatan ini berjalan dengan tertib dan dipandu langsung oleh Kabid Media dan Komunikasi PCIMM Kota Palu yakni IMMawan Arfan Bare yang bertindak sebagai moderator dalam kegiatan tersebut. Pesertas begitu antusias disaat ia membacakan CV dan track record narasumber.

Melalui kegiatan ini PCIMM Palu berharap agar mahasiswa dilingkungan UNISMUH Palu terlebih lagi kader-kader kota Palu, agar terus membangkitkan semangat dalam meningkatkan potensi-potensi yang dimilikinya, terkhusus dibidang bahasa Inggris yangmana merupakan salah satu bahasa resmi Internasional yang akan dengan mudah mangantarkan pada gerbang informasi agar nantinya dapat berasing di tingkat nasional dan terlebih lagi di tingkat internasional. Dalam kegiatan ini narasumber memberikan motivasi dan kiat-kiat kepada peserta seminar tentang bagaimana memulai langkah awal untuk memasuki persaingan di tingkat global. Narasumber juga berbagi pengalaman beliau ketika berada di Luar Negeri, suka-duka dalam membangun karir ditingkat global, hingga tantangan yang akan dihadapi dalam persaingan ditingkat internasional.

Proses penyampaian materi

Peserta seminar begitu antusias dalam mengikuti kegiatan

Sejarah Universitas Muhammadiyah Palu

Cikal Bakal Universitas Muhammadiyah Palu
Perserikatan Muhammadiyah termasuk organisasi kemasyarakatan yang terpandang di Sulawesi Tengah. Seperti diketahui bahwa amal usaha Muhammdiyah bergerak di bidang dakwah, pendidikan dan sosial, olehnya itu tidaklah heran kalau warga masyarakat Muhammadiyah berinisiatif untuk mendirikan perguruan tinggi di Kota Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah. 
FIP Muhammadiyah Cabang Palu 
Sesuai dengan dambaan masyarakat Muhammadiyah di Kota Palu, maka Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Tengah bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Muhammadiyah Makassar, maka pada tahun 1969 berdirilah perguruan tinggi yang bernama Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Muhammadiyah Makassar Cabang Palu dan ditunjuk Bapak Drs. Syamsuddin Hi. Chalid, selaku Dekan, Bapak Drs. Syafruddin sebagai Sekretaris, bertempat di Desa Wani Kecamatan Tawaeli Kabupaten Daerah Tingkat II Donggala.
Universitas Muhammadiyah Sulawesi Tengah
Pada tahun akademik 1976/1977 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Tengah yang diketuai Bapak H. Moh. Arsyad mengadakan komunikasi dengan Dekan Fakuktas Ilmu Agama dan Dakwah (FIAD) Muhammadiyah Yogyakarta Cabang Palu Bapak Drs. A. Rahman Getteng, Sekretaris Bapak Drs. Dahlan Petalolo. Pada tahun itu juga kedua Fakultas itu (FIP Cabang Palu digabung menjadi Universitas Muhammadiyah Sulawesi Tengah), Rektor dijabat Bapak Drs. Muhammad Ridwan, sekretaris Bapak Drs. Tjatjo Thaha.
Setelah beraktivitas beberapa tahun kemudian mengalami kemacetan dengan beberapa kendala antara lain: Mahasiswa FIP sangat kurang yang datang kuliah, sedang FIAD berjalan apa adanya seperti kata pribahasa mati segan hidup tak mau. Tetapi bagaimanapun usaha ini telah menghasilkan beberapa Sarjana Muda pendidikan dan Sarjana Muda Agama.
STKIP Muhammadiyah Palu 
Mengingat pentingnya masalah pendidikan dengan kaitannya perguruan tinggi di daerah ini maka Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lembah Palu, diketuai Leonar Mohammad Syafar, B.BA, bekerjasama dengan tokoh-tokoh fungsional Muhammadiyah dan masyarakat termasuk para dosen dari kalangan anggota Muhammadiyah dengan para masyarakat yang bersimpatik dan mengajar pada waktu itu di IKIP Ujung Pandang Cabang Palu berupaya mengaktifkan kembali perguruan tinggi tersebut.
Pada tahun 1981 FIP Muhammadiyah Makassar cabang Palu mulai kena angin segar; dan perguruan tinggi ini diberi nama Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Palu, Dekan dijabat Bapak Drs. Nurdin Rahman, STKIP Muhammadiyah Palu mempunyai dua Jurusan, yakni Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Ketua Bapak Drs. Syarifuddin dan Jurusan Bahasa Inggris Ketua Bapak Drs. Asri Hente, perguruan tinggi ini mengambil lokasi Kampus di Mesjid Al-Munawwarah Muhammadiyah Ujuna Kota Palu.
Di dalam membina suatu usaha dengan inisiatif swadaya dan dana masyarakat itu sendiri, maka tidak dapat disangkal bahwa suka duka datang silih berganti dan bervariasi sehingga teringatlah pesan KH. Ahmad Dahlan “Hidup-Hiduplah Muhammadiyah dan jangan mencari penghidupan dalam Muhammadiyah”. Karena dibalik itu semua tersimpan suatu cita-cita mulia yang Insya Allah upaya ini akan bergulir, berkesinambungan serta berkelanjutan menurut tercapainya masyarakat Madani yang diridhoi Allah swt.
Universitas Muhammadiyah Palu 
Suatu cita-cita yang mendasar apalagi yang menyentuh iman, nilai dan kultur menuntut pergaulan budaya baru, karena itu biasanya tidak kunjung padam sebelum menjadi kenyataan. Itulah salah satu motivasi/ dorongan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Tengah yang diketuai Bapak Drs. Syamsuddin Hi. Chalid bersama para tokoh fungsional Muhammadiyah dalam masyarakat Palu yang memahami masalah Perguruan Tinggi Muhammadiyah, selalu mencari solusi untuk berdirinya suatu perguruan tinggi yang bernaung di bawah persyarikatan Muhammadiyah di daerah ini. Para penginisiatif berusaha untuk memberi kontribusi bagi pembangunan di daerah ini. Akhirnya bulat air dalam pembuluh, bulat kata dalam mufakat, lalu melahirkan kesepakatan berdirinya perguruan tinggi Muhammadiyah yang diberi nama Universitas Muhammadiyah Palu disingkat Unismuh Palu.
Dengan memperhatikan peristiwa sejarah, maka masalah yang telah terjadi merupakan momentum yang melekat pada usaha itu seperti poin a, b, dan c di atas adalah suatu kenyataan yang merupakan cikal bakal, tegaknya Universitas Muhammadiyah Palu sekarang ini. Lokasi kampus perguruan tinggi ini bernama Kampus Biru yang terletak di ketinggian di atas perbukitan berdampingan dengan eks. Arena MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an) Nasional Tahun 2000 di tengah-tengah Kota Palu Wilayah Kecamatan Palu Timur, Kelurahan Talise.
Universitas Muhammadiyah Palu Diresmikan 
Dengan mencermati perkembangan zaman terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka imbas ilmu pendidikan memegang peranan terutama pendidikan tinggi. Secara empiris sosiologis Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Tengah yang diketuai Bapak Drs. Syamsuddin Hi. Chalid waktu itu, terimbas mengambil inisiatif bangkit dan melangkah pasti secara pro-aktif dengan memegang teguh dakwah amar makruf nahi mungkar. Pada tanggal 2 Agustus 1983 seberkas cahaya bersinar bertempat di Golni (Gelanggang Olah Raga dan Seni) Kota Palu. Universitas Muhammadiyah Palu diresmikan berdirinya oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan yang diwakili Bapak Drs. Haiban dengan melantik Pimpinan Universitas Muhammadiyah Palu periode 1983/1987.
Dengan Komposisi Pimpinan Universitas Muhammadiyah Palu sebagai berikut:
• Rektor: Drs. H. Rusdy Toana
• Pembantu Rektor I (Bidang Akademik): Drs. Tjatjo Thaha
• Pembantu Rektor II (Bidang Administrasi Keuangan): H. Nurdin Rahman, SH.
• Pembantu Rektor III (Bidang Kemahasiswaan dan Alumni): Drs. Syafruddin
Pada waktu itu bertepatan meletusnya gunung Colo di Kepulauan  Una-Una Kabupaten Daerah Tingkat II Poso, sehingga kota Palu dilanda hujan abu, suatu pertanda bahwa tanah (lahan pertanian) Sulawesi Tengah akan mengalami kesuburan. Peresmian itu dapat terlaksana setelah mendapat rekomendasi dari dua pejabat teras Sulawesi Tengah yakni Bapak Drs. H. Ghalib Lasahido Gubernur Sulawesi Tengah dan Bapak Prof. Dr. H. A. Mattulada Rektor Universitas Tadulako.
Kemudian Pimpinan Universitas Muhammadiyah Palu membuat proposal yang disampaikan kepada Kopertis Wilayah IX Sulawesi Bapak Prof. Dr. Hasan Walinono dan Kopertais Wilayah VIII Sulawesi Bapak H. A. Moerad Oesman di Ujung Pandang, dalam rangka untuk memperoleh status sebagai perguruan tinggi swasta yang terdaftar. Selanjutnya menyusul Surat Keputusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Tengah Majelis Pendidikan dan Kebudayaan (PPK) No. E.123/BO5/ PWM-ST/1983 Tanggal 27 Rajab 1403 H/ 7 Mei 1983 M, dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, masing-masing nomor:
• 047/O/1987 tanggal 6 Agustus 1987
• dan 274/DIKTI/KEP/1994 Tanggal 11 Oktober 1994.
• 351/DIKTI/KEP/1998 Tanggal 11 Pebruari 1998
Pada akhirnya Universitas Muhammadiyah Palu menjadi perguruan tinggi swasta terbesar setelah Universitas Tadulako di Sulawesi Tengah.
Perkembangan Universitas Muhammadiyah Palu 
  1. Pada tahun ajaran 1984/1985 Koordinator Wilayah IX Sulawesi memberi izin operasional Fakultas Teknik Jurusan Sipil, Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Bahasa Inggris dan Jurusan Pendidikan Luar Sekolah. Sedang Fakultas Ilmu Agama dan Dakwah memperoleh status terdaftar dari Departemen Agama Republik Indonesia dengan SK Dirjen Bina Kelembagaan Agama Islam Nomor : Kep/E/PP.009/173/85 tanggal 1 Juli 1985. di samping itu Kopertais Wilayah VIII Sulawesi memberi izin operasional Fakultas Syari’ah.
  2. Pada tahun 1985 Perpustakaan Universitas Muhammadiyah diresmikan dengan Kepala dijabat oleh Ibu Ucu Windaryati Ruslin Abdullah, SH. Perpustakaan ini telah menjalin hubungan dengan Asia Foundation sehingga selalu mendapat bantuan buku-buku dari badan ini.
  3. Pada tahun 1987 Universitas Muhammadiyah Palu berhasil memperoleh gedung pinjaman (bekas STM) di Bumi Nyiur Palu atas izin Gubernur Sulawesi Tengah dan Kakanwil Depdikbud Sulawesi Tengah sebagai gedung perkantoran.
  4. Pada Tahun Ajaran 1988/1989 Universitas Muhammadiyah Palu mendapat lokasi kampus 15 Ha di Kelurahan Talise Wilayah Kecamatan Palu Timur Kodya Palu atas persetujuan Gubernur Sulawesi Tengah Bapak Abdul Aziz Lamadjido, SH dan Bupati Donggala Bapak B. Paliudju.
  5. SK Menteri P dan K Nomor 0627/O/1989 Tanggal 21 September 1989 tentang pemberian status terdaftar Fakultas Hukum Jurusan Perdata dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi.
  6. Pencoran pertama gedung induk Universitas Muhammadiyah Palu yang berlantai tiga oleh Bapak Harmoko Menteri Penerangan Republik Indonesia pada tanggal 22 Maret 1990.
  7. Mesjid Ulil Albab di Kampus Biru Universitas Muhammadiyah Palu adalah sumbangan Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila yang diresmikan oleh Bapak H. Ahmad Harmoko Menteri Penerangan Republik Indonesia pada tanggal 27 September 1992.
  8. Pada tahun ajaran 1993-1994 Fakultas Pertanian mulai beroperasi sekalipun SK Pengesahan dari Depdikbud menyusul, yakni SK. Dirjen Pendidikan Tinggi No. 421/DIKTI/Kep/1996 tangga 8 Agustus 1996. Fakultas Pertanian ini mempunyai dua jurusan yakni jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis dan Jurusan Manajemen Hutan yang berarti mahasiswa sudah dapat mengikuti Ujian Negara pdaa tahun itu, setelah memperoleh NIRM dari Kopertis Wilayah IX Sulawesi di Ujung Pandang.
  9. Pada tanggal 1 Januari 1995 gedung perkantoran Universitas Muhammadiyah (pinjaman) di Bumi Nyiur terbakar.
  10. Pada tanggal 29 Maret 1995 diletakkan batu pertama gedung perkantoan Universitas Muhammadiyah Palu berlantai dua di Kampus Biru oleh Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) Bapak Jenderal TNI Feisal Tandjung bersama Gubernur Sulawesi Tengah Bapak Abdul Aziz Lamadjido, Sh dan Rektor Universitas Muhammadiyah Palu Bapak Drs. H. Rusdy Toana disaksikan oleh 15 Jenderal di antaranya Kapolri Jenderal Polisi Banurusman, Pangdam VII Wirabuana Mayjen TNI Sulatin, juga hadir Menteri Agama dr. H. Tarmidzi Thaher dan Menteri Kependudukan dan BKKBN Prof. DR. Haryono Suyono dalam menghadiri pembukaan Perkampungan Kerja Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah  (PKM-PTM) se- Indonesia di Palu yang diketuai oleh Pembantu Rektor III Drs. M. Noor Hasan, M.Si.
sumber: http://unismuhpalu.ac.id

Tafakur dalam menyambut Milad ke-53 IMM

Dalam rangka milad Ikatan Mahasiswa Muhmmadiyah yang ke-53 tahun, pada tanggal 19/03/2017, Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Palu, menggelar Dialoq dan Temu Alumni dengan tema "Mengenang IMM di Tanah Kaili" kegiatan ini merupakan bentuk tafakuran (perenungan) terhadap capaian-capai yang telah mewarnai rekam jejak sejarah pergerakan Ikatan Mahasiswa Muhmmadiyah di kota Palu.

Dalam kegiatan ini tokoh senior Muhammadiyah Sulawesi Tengah yang merupakan salah satu penggagas lahirnya IMM di kota Palu sekaligus Sekjen Dewan Pimpinan Daerah IMM Sulteng pertama di Provinsi Sulawesi Tengah adalah Drs. Syamsuddin Hi. Chalid, yang menjadi salah satu pembicara dalam  kegiatan tersebut. Beliau bercerita bagaimana tantangan perjuangan awal IMM. Pergolakan IMM yang identitasnya masih belum nampak dan masih dalam bingkai PII dan HMI.

(pojok kiri) H. Muhammad Rum Lataru, SH. M.Si dan (tengah) Drs. Syamsuddin Hi. Chalid
Narasumbar kedua H. Muhammad Rum Lataru, SH. M.Si yang juga merupakan Ketua Pimpinan Komisariat Fakultas Hukum Unismuh Palu pertama di Kota Palu. bercerita Pergolakan IMM ditahun 80'an yang fokus mengembangkan IMM dari UNTAD hingga IAIN. beliau yang merupakan alumni angkatan pertama Darul Arqam Dasar Fakultas Teknik UNISMUH Palu, juga berbagi suka-duka terkait pengalama beliau dalam pengelolaan pengkaderan yang begitu dinamis. Peristiwa Tanjung Priok 1984 yang menyebabkan konfik hingga berdampak keisu sara/keagamaan begitu hangat diingatan beliau, dengan gamblang beliau bercerita bagaimana ketegangan yang terjadi di kota Palu. mulai dari pembakaran rumah ibadah, Polisi dan Tentara yang berjaga disetiap sudut jalanan, hingga kegiatan DAD yang di awasi oleh pihak keamanan. beliau juga bercerita bagaimana ketegangan yang terjadi ketika beliau hendak ditahan oleh pihak kepolisian karena memiliki selebaran Peristiwa Tanjung Priok.

Dalam kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Walikota Palu, Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Ortom-ortom Muhammadiyah, Forum Keluarga Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (FOKAL IMM) dan kader-kader IMM kota Palu.

Sembari mempelajari sejarah, PC-IMM kota Palu juga berharap kegiatan ini dapat  memberikan suplai energi kepada kader-kader yang saat ini tengah berbenah dan bangkit dari stagnasi gerakan dalam mengamalkan Trilogi Ikatan.

Foto Pembukaan



Sejarah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah


Kelahiran IMM tidak lepas kaitannya dengan sejarah perjalanan Muhammadiyah, dan juga bisa dianggap sejalan dengan faktor kelahiran Muhammadiyah itu sendiri. Hal ini berarti bahwa setiap hal yang dilakukan Muhammadiyah merupakan perwujudan dari keinginan Muhammadiyah untuk memenuhi cita-cita sesuai dengan kehendak Muhammadiyah dilahirkan.

Disamping itu, kelahiran IMM juga merupakan respon atas persoalan-persoalan keummatan dalam sejarah bangsa ini pada awal kelahiran IMM, sehingga kehadiran IMM sebenarnya merupakan sebuah keharusan sejarah. Faktor-faktor problematis dalam persoalan keummatan itu antara lain ialah sebagai berikut (Farid Fathoni, 1990:102):
  1. Situasi kehidupan bangsa yang tidak stabil, pemerintahan yang otoriter dan serba tunggal,   serta adanya ancaman komunisme di Indonesia 
  2. Terpecah-belahnya umat Islam datam bentuk  saling curiga dan fitnah, serta kehidupan politikummat Islam yang semakin buruk.
  3. Terbingkai-bingkainya kehidupan kampus (mahasiswa) yang berorientasi pada kepentingan politik
  4. Melemahnya kehidupan beragama dalam bentuk merosotnya akhlak, dan semakin tumbuhnya materialisme-individualisme
  5. Sedikitnya pembinaan dan pendidikan agama  dalam kampus, serta masih kuatnya suasana kehidupan kampus yang sekuler
  6. Masih membekasnya ketertindasan imperialisme penjajahan dalam bentuk keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan
  7. Masih banyaknya praktik-praktik kehidupan yang serba bid'ah, khurafat, bahkan kesyirikan, serta semakin meningkatnya misionaris-Kristenisasi
  8. Kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang semakin memburuk Dengan latar belakang tersebut, sesungguhnya semangat untuk mewadahi dan membina   mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah telah  dimulai sejak lama. Semangat tersebut sebenarnya  telah tumbuh dengan adanya keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah pada Kongres Seperempat Abad Muhammadiyah di Betawi  Jakarta pada tahun 1936. Pada saat itu, Pimpinan  Pusat Muhammadiyah diketuai oleh KH. Hisyam (periode 1934-1937). Keinginan tersebut sangat logis dan realistis, karena keluarga besar  Muhammadiyah semakin banyak dengan putera-puterinya yang sedang dalam penyelesaian pendidikan menengahnya. Di samping itu,Muhammadiyah juga sudah banyak memiliki amal usaba pendidikan tingkat menengah.
Gagasan pembinaan kader dilingkungan  mahasiswa datam bentuk penghimpunan dan pembinaan langsung adatah selaras dengan kehendak  pendiri Muhammadiyah, KH. A. Dahlan, yang berpesan bahwa dari kallan nanti akan ada yang jadi dokter, mester, insinyur, tetapi kembalilah kepada Muhammadiyah (Suara Muhammadiyah, nomor 6  tahun ke-68, Maret||1988, halaman 19). Dengan demikian, sejak awal Muhammadiyah sudah  memikirkan bahwa kader-kader muda yang profesional harus memiliki dasar keislaman yang tangguh dengan kembali ke Muhammadiyah.

Namun demikian, gagasan untuk menghimpun dan membina mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah cenderung terabaikan, tantaran  Muhammadiyah sendiri belum memiliki perguruan tinggi. Belum mendesaknya pembentukan wadah kader di lingkungan mahasiswa Muhammadiyah saat itu juga karena saat itu jumlah mahasiswa yang ada di lingkungan Muhammadiyah betum terialu banyak. Dengan demikian, pembinaan kadermahasiswa Muhammadiyah dilakukan melalui wadah Pemuda Muhammadiyah (1932) untuk mahasiswa putera dan metalui Nasyiatul Aisyiyah  (1931) untuk mahasiswa puteri.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-31 pada  tahun 1950 di Yogyakarta, dihembuskan kembali keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah. Namun karena berbagai macam hat, keinginan tersebut belum bisa diwujudkan,sehingga gagasan untuk dapat secara langsung membina dan menghimpun para mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah tidak berhasil Dengan demikian, keinginan untuk membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga masih jauh dari kenyataan.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 tahun 1956 di Palembang, gagasan pendirian perguruan tinggi Muhammadiyah baru bisa direalisasikan. Namun gagasan untuk mewadahi mahasiswa Muhammadiyah dalam satu himpunan belum bias diwujudkan. Untuk mewadahi pembinaan terhadap mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah membentuk Badan Pendidikan Kader (BPK) yang dalam menjalankan aktivitasnya bekerja sama dengan Pemuda Muhammadiyah.

Gagasan untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah dalam satu himpunan setidaknya telah menjadi polemik di lingkungan Muhammadiyah sejak lama. Perdebatan seputar kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah  berlangsung cukup sengit, baik di kalangan Muhammadiyah sendiri maupun di kalangan gerakan mahasiswa yang lain. Setidaknya, kelahiran IMM sebagai wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah mendapatkan resistensi, baik dari kalangan Muhammadiyah sendiri maupun dari kalangan gerakan mahasiswa yang lain, terutama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
 Di kalangan Muhammadiyah sendiri pada awal munculnya gagasan pendirian IMM terdapat anggapan bahwa IMM belum dibutuhkan kehadirannya dalam Muhammadiyah, karena Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul Aisyiyah masih dianggap cukup mampu untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah.
Di samping itu, resistensi terhadap ide kelahiran IMM pada awalnya juga disebabkan adanya hubungan dekat yang tidak kentara antara Muhammadiyah dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hubungan dekat itu dapat ditihat ketika Lafran Pane mau menjajagi pendirian HMI. Dia bertukar pikiran dengan Prof. Abdul Kahar Mudzakir (tokoh Muhammadiyah), dan dia setuju. Pendiri HMI yang lain ialah Maisarah Hilal (cucu KH. A. Dahlan) yang juga seorang aktivis di Nasyi'atul Aisyiyah.

Bila asumsi itu benar adanya, maka hubungan dekat itu selanjutnya sangat mempengaruhi perjalanan IMM, karena dengan demikian Muhammadiyah saat itu beranggapan bahwa pembinaan dan pengkaderan  mahasiswa Muhammadiyah bisa dititipkan metalui HMI (Farid Fathoni, 1990: 94). Pengaruh hubungan dekat tersebut sangat besar bagi kelahiran IMM. Hal ini bisa dilihat dari perdebatan tentang kelahiran IMM. Pimpinan Muhammadiyah di tingkat lokal seringkali menganggap bahwa kelahiran IMM saat itu tidak diperlukan, karena sudah terwadahi dalam Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul Aisyiyah, serta HMI yang sudah cukup eksis (dan mempunyai pandangan ideologis yang sama). Pimpinan Muhammadiyah pada saat itu lebih menganak- emaskan HMI daripada IMM. Hal ini terlihat jelas dengan banyaknya pimpinan Muhammadiyah, baik secara pribadi maupun kelembagaan, yang memberikan dukungan pada aktivitas HMI. Di kalangan Pemuda Muhammadiyah juga terjadi perdebatan yang cukup sengit seputar kelahiran IMM. Perdebatan seputar kelahiran IMM tersebut cukup beralasan, karena sebagian pimpinan (baik di Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyi'atul Aisyiyah, serta amal-amal usaha Muhammadiyah) adalah kader-kader yang dibesarkan di HMI.

Setelah mengalami polemik yang cukup serius tentang gagasan untuk mendirikan IMM, maka pada tahun 1956 polemik tersebut mulai mengalami pengendapan. Tahun 1956 bisa disebut sebagai tahap awal bagi embrio operasional pendirian IMM dalam bentuk pemenuhan gagasan penghimpun wadah mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah (Farid Fathoni, 1990: 98). Pertama, pada tahun itu (1956) Muhammadiyah secara formal membentuk kader terlembaga (yaitu BPK). Kedua, Muhammadiyah pada tahun itu telah bertekad untuk kembali pada identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma'ruf nahi munkar (tiga tahun sesudahnya, 1959, dikukuhkan dengan melepaskan diri dari komitmen politik dengan Masyumi, yang berarti bahwa Muhammadiyah tidak harus mengakui bahwa satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia adalah HMI). Ketiga, perguruan tinggi Muhammadiyah telah banyak didirikan. Keempat, keputusan Muktamar Muhammadiyah bersamaan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956 di Palembang menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu mengembangkan amanah.

Baru pada tahun 1961 (menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta) selenggarakan Kongres Mahasiswa Universitas Muhammadiyah di Yogyakarta (saat itu, Muhammadiyah sudah mempunyai perguruan tinggi Muhammadiyah sebelas buah yang tersebar di berbagai kota). Pada saat itulah, gagasan untuk mendirikan IMM digulirkan sekuat-kuatnya. Keinginan tersebut ternyata tidak hanya dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah, tetapi juga dari kalangan mahasiswa di berbagai universitas non-Muhammadiyah. Keinginan kuat tersebut tercermin dari tindakan para tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda Muhammadiyah untuk berdiri sendiri. Oleh karena itu, lahirlah Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Margono (UGM, Ir.), Sudibyo Markus (UGM, dr.), Rosyad Saleh (IAIN, Drs.), sedangkan ide pembentukannya dari Djazman al-Kindi (UGM,Drs.). Tahun 1963 dilakukan penjajagan untuk mendirikan wadah mahasiswa Muhammadiyah secara resmi oleh Lembaga Dakwah Muhammadiyah dengan disponsori oleh Djasman al-Kindi yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dengan demikian, Lembaga Dakwah Muhammadiyah (yang banyak dimotori oleh para mahasiswa Yogyakarta) inilah yang menjadi embrio lahirnya IMM dengan terbentuknya IMM Lokal Yogyakarta.

Tiga butan setelah penjajagan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah meresmikan berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada tanggal 29 Syawal 1384 H atau 14 Maret 1964 M. Penandatanganan Piagam Pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dilakukan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, yaitu KHA Badawi. Resepsi peresmian IMM dilaksanakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan penandatanganan 'Enam Penegasan IMM' oleh KHA. Badawi, yaitu:
  1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan  mahasiswa Islam.
  2. Menegaskan bahwa Kepribadian Muhammadiyah  adalah landasan perjuangan IMM
  3. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahesiswa dalam Muhammadiyah
  4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan,  serta dasar dan falsafah negara
  5. Menegaskan bahwa ilmu adalá amaliah dan  amal adalah ilmiah
  6. Menegaskan bahwa amal WJA aMah lillahi  ta'ala dan senantiasa diabdWan untuk kepentingan rakyat.
Tujuan akhir kehadiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah untuk pertama kalinya ialah membentuk  akademisi Islam datam rangka metaksanakan tujuan Muhammadiyah. Sedangkan aktivitas IMM pada awal kehadirannya yang paling menonjol ialah kegiatan keagamaan dan pengkaderan, sehingga seringkali IMM pada awal kelahirannya disebut sebagai Kelompok Pengajian Mahasiswa Yogya (Farid Fathoni, 1990: 102).

Adapun maksud didirikannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah antara lain adatah sebagai berikut :
  1. Turut memelihara martabat dan membela  kejayaan bangsa
  2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
  3. Sebagai upaya menopang, melangsungkan, dan meneruskan 
  4. Cita-cita pendirian Muhammadiyah Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna  amal usaha Muhammadiyah
  5. Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa, ummat, dan persyarikatan.
Dengan berdirinya IMM lokal Yogyakarta, maka berdiri pulalah IMM lokal di beberapa kota lain di Indonesia, seperti Bandung, Jember, Surakarta, Jakarta, Medan, Padang, Tuban, Sukabumi, Banjarmasin, dan lain-lain. Dengan demikian, mengingat semakin besarnya arus perkembangan IMM di hampir seluruh kota-kota universitas, maka dipandang perlu untuk meningkatkan IMM dari organisasi di tingkat lokal menjadi organisasi yang berskala nasional dan mempunyai struktur vertikal.

Atas prakarsa Pimpinan IMM Yogyakarta, maka bersamaan dengan Musyawarah IMM se-Daerah Yogyakarta pada tanggal 11-13 Desember 1964 diselenggarakan Musyawarah Nasional Pendahuluan IMM seluruh Indonesia yang dihadiri oleh hamper seluruh Pimpinan IMM Lokal dari berbagai kota. Musyawarah Nasional tersebut bertujuan untuk mempersiapkan kemungkinan diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada bulan April atau Mei 1965. Musyawarah Nasional Pendahuluan tersebut menyepakati penunjukan Pimpinan IMM Yogyakarta sebagai Dewan Pimpinan Pusat Sementara IMM (dengan Djazman al-Kindi sebagai Ketua dan Rosyad Saleh sebagai Sekretaris) sampai diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama di Solo.
Dalam Musyawarah Pendahuluan tersebut juga disahkan asas IMM yang tersusun dalam 'Enam Penegasan IMM', Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IMM, Gerak Arah IMM, serta berbagai konsep lainnya, termasuk lambang IMM, rancangan kerja, bentuk kegiatan, dan lain-lain.